×

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Antara Harapan Lulus dan Kenyataan Mencari Kerja

Kamis, 11 Desember 2025 | 18.42 WIB Last Updated 2025-12-11T11:42:12Z




Sinarbanten.id-Bagi sebagian besar mahasiswa, kelulusan adalah puncak dari sebuah perjuangan panjang. Bertahun-tahun menjalani rutinitas kuliah, mengerjakan tugas, presentasi, UTS, UAS, hingga skripsi akhirnya terbayar lunas saat nama dipanggil di hari wisuda. Pada momen itu, banyak yang merasa satu tahap hidup telah berhasil dilewati. Harapan pun tumbuh besar: setelah lulus, akan langsung bekerja, memiliki penghasilan sendiri, membantu orang tua, dan menjalani hidup dengan lebih mandiri. Saya sendiri juga memiliki harapan yang sama saat membayangkan hari kelulusan nanti. Namun, harapan tersebut tidak selalu berjalan seindah yang dibayangkan.

 

Realitas setelah lulus sering kali jauh dari ekspektasi. Tidak sedikit lulusan baru yang justru harus berhadapan dengan kenyataan pahit: sulitnya mencari pekerjaan. Setelah euforia wisuda mereda, yang tersisa adalah kegelisahan menghadapi dunia kerja. Banyak lulusan yang setiap hari mengirim lamaran, membuka aplikasi lowongan pekerjaan, mengikuti tes, hingga wawancara, tetapi belum juga mendapat panggilan kerja yang pasti. Beberapa teman saya bahkan sudah berbulan-bulan menganggur meskipun sudah melamar ke banyak tempat. Penolakan demi penolakan menjadi hal yang biasa.

 

Di lingkungan sekitar, kita sering menjumpai lulusan perguruan tinggi yang akhirnya bekerja tidak sesuai dengan bidang studinya. Ada yang menjadi kurir, penjaga toko, pegawai lepas, atau bekerja dengan sistem kontrak tanpa kepastian. Bukan karena mereka tidak mau bekerja, tetapi karena kesempatan kerja yang sesuai sangat terbatas. Lebih ironis lagi, banyak perusahaan membuka lowongan dengan syarat “fresh graduate”, tetapi tetap meminta pengalaman kerja satu hingga dua tahun. Syarat ini seolah menjadi tembok tinggi yang sulit dilewati oleh lulusan baru.

 

Jika dilihat dari sudut pandang teori sosial, kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan kesempatan dalam masyarakat. Tidak semua orang memulai dari titik yang sama. Ada lulusan yang lebih mudah mendapatkan pekerjaan karena memiliki relasi, kenalan, atau dukungan keluarga yang kuat. Namun, ada pula lulusan yang harus berjuang sendiri tanpa bantuan siapa pun. Dalam teori konflik, kondisi ini memperlihatkan adanya persaingan yang tidak seimbang antara pencari kerja.

 

Dari perspektif Administrasi Negara, persoalan sulitnya mencari kerja bagi lulusan muda menjadi cerminan bahwa masalah pengangguran masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Setiap tahun, jumlah lulusan perguruan tinggi terus bertambah, sementara ketersediaan lapangan kerja tidak bertambah secara seimbang. Pemerintah memang telah menghadirkan berbagai program seperti Kartu Prakerja, pelatihan kerja, hingga job fair. Namun dalam praktiknya, masih banyak lulusan yang merasa bahwa program tersebut belum sepenuhnya menjawab kebutuhan mereka.

 

Di sisi lain, dunia pendidikan juga tidak bisa lepas dari sorotan. Perguruan tinggi sering kali terlalu fokus pada capaian akademik, sementara pembekalan keterampilan praktis masih kurang maksimal. Padahal, dunia kerja tidak hanya menuntut nilai yang bagus, tetapi juga kemampuan berkomunikasi, kerja tim, berpikir kritis, dan beradaptasi.

 

Namun demikian, mahasiswa dan lulusan juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan keadaan. Di era sekarang, kemampuan diri menjadi modal utama untuk bertahan. Ijazah memang penting, tetapi tidak lagi menjadi satu-satunya penentu. Mahasiswa perlu aktif mengembangkan diri sejak dini melalui organisasi, magang, pelatihan, maupun kegiatan sosial. Saya pribadi menyadari bahwa persiapan menghadapi dunia kerja tidak bisa ditunda sampai setelah lulus.

 

Menurut saya, masalah sulitnya mencari kerja setelah lulus adalah persoalan bersama yang harus dilihat dari berbagai sisi. Negara memiliki tanggung jawab untuk membuka lapangan pekerjaan yang luas dan adil. Perguruan tinggi perlu menyiapkan lulusan yang tidak hanya cerdas secara teori, tetapi juga siap secara praktik. Sementara mahasiswa harus membekali diri dengan kemampuan dan mental yang kuat.

 

Pada akhirnya, fenomena ini menunjukkan bahwa wisuda bukanlah garis akhir dari perjuangan, melainkan awal dari babak kehidupan yang lebih menantang. Harapan besar yang tumbuh saat lulus sering kali harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak mudah. Sebagai mahasiswa, saya berharap jarak antara harapan lulus dan kenyataan mencari kerja tidak lagi terlalu jauh di masa depan.

 

Namun bagi para lulusan, penting untuk tetap percaya pada proses yang sedang dijalani. Tidak apa-apa jika langkahmu pelan, yang penting tidak berhenti. Setiap penolakan bukan tanda bahwa kamu tidak mampu, tetapi bagian dari proses yang menguatkan dan mematangkan diri. Dunia kerja memang penuh persaingan, tetapi peluang selalu terbuka bagi mereka yang terus belajar, beradaptasi, dan tidak menyerah. Suatu hari nanti, semua usaha, rasa lelah, dan kegelisahan hari ini akan berubah menjadi alasan mengapa kamu pantas berada di tempat terbaik yang Tuhan siapkan untukmu.


Penulis: Ratu Keysha

Mahasiswa Program Studi Administrasi Negara Universitas Pamulang Kampus Serang

Dosen pembimbing : Angga Rosidin, S.I.P., M.A.P.

Kepala Program Studi : Zakaria Habib Al-Razie, S.IP., M.SOS.