Sinarbanten.id- Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya menunjukkan langkah agresif dalam memperluas jejaring kerja sama dengan menggandeng Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado melalui penyelenggaraan Seminar Nasional Harmony Dialogue bertema “Ekoteologi dalam Perspektif Kristen dan Buddha: Bersama Menebar Kasih bagi Manusia dan Alam Semesta.”
Seminar ini menjadi titik penting penguatan hubungan kedua lembaga setelah penandatanganan MoU, MoA, dan IA yang baru saja dirampungkan.
Kegiatan tersebut bukan sekadar forum ilmiah, tetapi juga cerminan komitmen nyata kedua institusi dalam membangun dialog lintas agama yang produktif.
STABN Sriwijaya menegaskan bahwa kerja sama yang terbangun diarahkan untuk menghasilkan kolaborasi berkelanjutan, baik dalam bentuk riset, publikasi, maupun program pengabdian masyarakat yang berfokus pada isu ekologi.
Ketua STABN Sriwijaya, Dr. Li. Edi Ramawijaya Putra, M.Pd, selaku Keynote Speaker II, menegaskan bahwa pihaknya akan terus memperkuat jejaring akademik antaragama sebagai bagian dari misi membangun kerukunan dan meningkatkan kualitas tridharma.
" Jejaring akademik antaragama adalah bagian dari misi dan membangun kerukunan serta meningkatkan kualitas tridharma," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan IAKN Manado menjadi model sinergi ideal antara dua tradisi keagamaan yang berbeda namun satu suara dalam isu lingkungan.
"Semoga sinergi ideal ini akan menjadi dua tradisi keagamaan yang berbeda tapi satu suara dalam isu lingkungan," paparnya.
Rektor IAKN Manado, Dr. Olivia Cherly Wuwung, sebagai Keynote Speaker I, menilai kerja sama dengan STABN Sriwijaya memiliki dampak strategis dalam menciptakan ruang dialog yang lebih luas.
"Kolaborasi dengan STABN Sriwijaya merupakan langkah nyata mengembangkan pendidikan yang responsif terhadap isu-isu kemanusiaan dan keberlanjutan," ucapnya.
Empat narasumber lintas agama dihadirkan untuk memperkaya diskusi, yaitu Dr. Wolter Weol dan Dr. Relly Poluan dari IAKN Manado serta Parjono dan Dr. Suntoro dari STABN Sriwijaya.
Keempatnya membahas ekoteologi dari sudut pandang ajaran Kristen dan Buddha, menyoroti hubungan manusia dan alam yang semakin terancam oleh perubahan iklim dan eksploitasi berlebihan.
Diskusi berlangsung interaktif di bawah panduan moderator Horasman Munthe, M.Pd.K. Para peserta tidak hanya mendengarkan paparan, tetapi juga aktif bertanya mengenai bagaimana nilai kasih, welas asih, dan harmoni mampu menjembatani sikap keagamaan dalam merawat lingkungan hidup.
Melalui seminar tersebut, kedua lembaga berkomitmen memperluas kerja sama dalam bentuk kegiatan ilmiah lanjutan, pertukaran dosen, program magang mahasiswa, hingga riset kolaboratif.
STABN Sriwijaya menegaskan bahwa langkah ini menjadi fondasi kuat untuk memperluas kontribusinya dalam pendidikan lintas agama yang berpihak pada kelestarian alam. (SB)

