Notification

×

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pers Indonesia Berperan Besar Dalam Perjuangan Palestina

Jumat, 07 November 2025 | 22.17 WIB Last Updated 2025-11-07T15:17:42Z



Jakarta, (SB) - Pers Indonesia sejak lama memiliki peran besar dalam mendukung perjuangan Palestina untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan Zionis Israel, termasuk sejak pecahnya konflik Gaza pada Oktober 2023 sampai sekarang.

 

Pers Indonesia dalam liputannya mengangkat isu diplomasi internasional, kemanusiaan, terjadinya genosida, dan kejahataan Israel di Jalur Gaza yang melakukan pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan.

 

Demikian salah satu poin penting yang mengemuka dalam Seminar Internasional bertema “The Role of Indonesian Media in Palestine’s Effort to Achieve True Independence” (Peran pers Indonesia dalam perjuangan Palestina untuk mencapai kemerdekaan sejati) di Jakarta, Jumat (7/11).

 

Seminar tersebut digelar oleh Palestine International Forum for Media and Communication Tawasol, sebuah lembaga di Istanbul Turki yang menghimpun jurnalis, aktivis, dan akademisi dari berbagai negara yang peduli Palestina.


Direktur Eksekutif Tawasol Dr. Bilal Khalil memberikan apresiasi terhadap peran pers Indonesia dalam perjuangan membela Palestina yang saat ini masih dijajah Zionis Israel.

 

“Perhatian terhadap isu kemanusiaan dan keselamatan bangsa Palestina di Gaza merupakan contoh komitmen dari pers nasional Indonesia,” katanya sambil menambahkan bahwa misi pers Indonesia itu sejalan dengan isi Pembukaan Konstitusi Indonesia yang mengharuskan semua bentuk penjajahan di muka bumi dihapuskan, termasuk di Palestina.

 

Sementara itu Wartawan Senior Metro TV Desi Fitriani yang sudah mengunjungi Gaza tiga kali termasuk pada 2008 menjelaskan bahwa liputan terhadap Palestina termasuk konflik di Gaza menghadapi berbagai masalah.

 

Di lapangan, lanjutnya, perlu ada komunikasi yang intensif dengan pimpinan pemerintah di Gaza untuk mengakses berbagai instalasi, termasuk terowongan yang dipakai untuk menyalurkan makanan dan obat-obatan.

 

“Saya menyaksikan sendiri bagaimana makanan Indonesia seperti mie dan makanan lainnya bahkan ban produksi Indonesia dikirim melalui terowongan untuk menembus penjagaan Israel di atas tanah,” jelasnya.

 

Desi juga melihat bahwa dalam dua tahun terakhir banyak wartawan yang gugur di Gaza. Oleh karena itu liputan berita termasuk untuk televisi dimana dia bekerja mengandalkan gambar yang diproduksi wartawan Barat.

 

Dalam kaitan ini produser televisi harus jeli memanfaatkan gambar yang ada agar tidak terjebak dengan narasi yang menyudutkan Palestina. Dia juga harus memilih kata-kata yang menunjukkan keberpihakan kepada Palestina, dan tidak terpaku pada cerita dari gambaran wartawan Barat yang umumnya mendukung Israel.

 

Gencarkan dukungan media siber

 

Sementara itu wartawan senior yang pernah bertugas di Kantor Berita Turki “Anadolu Agency” Pizaro Gozali menjelaskan, dukungan terhadap perjuangan Palestina di ranah media digital menjadi suatu keniscayaan.

 

Pizaro yang juga pernah aktif di BenarNews/Radio Free Asia yang berkantor di Washington DC juga menekankan perlunya pers menyoroti upaya Israel cuci tangan dari kejahatan kemanusiaan di Palestina.

 

Mengutip Mariam Barghouti (penulis dan jurnalis Palestina-Amerika), Pizaro juga menyatakan, media arus utama selalu fokus kepada reaksi Palestina dan bukan terhadap tindakan Israel. Palestina dikesankan sebagai pihak yang melanggar, padahal pada kenyataannya bangsa Palestina dalam posisi membela diri.

 

Berikutnya, aktivis Palestina dan Pembebasan Masjidil Al-Aqsha, Annisa Theresia dalam presentasi berjudul “Centering Human Dignity Through Creativity” menjelaskan, saat ini yang terjadi bukan konflik, tetapi pendudukan Israel terhadap Palestina. Selain itu terjadi genosida yang disaksikan dunia secara langsung melalui saluran streaming media digital.

 

Mengutip utusan khusus PBB Francesca Albanese, Annisa menegaskan bahwa genosida merupakan kejahatan kolektif dunia karena tidak ada tindakan nyata untuk menghentikannya.

 

Saat ini hampir 70 ribu warga Gaza meninggal dunia di tangan tentara Israel.

Bahkan setelah perdamaian ditandatangani pun sudah hampir 200 orang meninggal karena aksi kejam tentara Israel.

 

Pada bagian lain, Annisa mengemukakan, perlawanan terhadap kejahatan kemanusiaan termasuk di Gaza Palestina juga dilakukan melalui gerakan seni yang mendunia, termasuk melalui seni instalasi dan aksi protes seniman.

             

Annisa mencontohkan apa yang dilakukan Macklmore melalui lagu Hinds’Hall mengisahkan pembunuhan terhadap bocah perempuan Hind Rajab oleh tentara Israel saat sang anak meminta bantuan kepada petugas kesehatan di bawah ancaman senapan tentara Zionis Israel.

 

Pada kesempatan yang sama, Pemimpin Redaksi indo.palinfo.com yang berdiri sejak 2001, Ahmad Tirmizi mendiskusikan perlunya pers Indonesia mengangkat isu terkait hukum humaniter dan batasannya dalam perang.

 

Demikian juga dalam upaya mendukung Palestina dan membongkar kejahatan perang Israel, pers nasional perlu menyoroti analisis hukum dan kemanusiaan, termasuk di dalamnya mengangkat laporan PBB yang terdokumentasi tentang penghancuran sistematis permukiman di Gaza.

 

Ahmad menjelaskan, Israel dalam aksinya tidak hanya melakukan pembunuhan yang disebut sebagai genosida terhadap warga Gaza, tetapi juga melakukan ‘pembunuhan terhadap kebenaran’ di Gaza melalui ruang narasi pemberitaan di media massa dan di media sosial.

 

Dalam seminar, tampil juga Dr Asep Setiawan, mantan anggota Dewan Pers yang menyoroti tiga periode liputan pers Indonesia terhadap konflik Gaza 2023-2025.

 

Periode pertama, liputan awal yang menekankan kepada solidaritas emosisonal, terjadi sejak Oktober sampai Desember 2023. Periode kedua, yaitu Januari-Juni 2024 yang disebut masa transisi dimana mulai muncul liputan yang bersifat analisis.

 

“Terakhir adalah periode liputan yang substantif antara Juli 2024 sampai Juli 2025, dimana liputan pers Indonesia terhadap Gaza lebih substantif, kritis dan analisis,” kata Dr. Asep pada seminar yang juga dihadiri Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Dr. Teguh Santosa dan perwakilan Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC) di Jakarta. Red/