Gencarnya Pemerintah Provinsi Banten tentang pendidikan gratis dan inklusif, namun kenyataan di lapangan masih banyak biaya-biaya yang harus merogoh kocek orang tua murid dengan nominal yang cukup lumayan besarnya.
Kali ini praktek bisnis di sekolah menggunakan koperasi dimana sebelumnya selalu komite kini yang di kedepankan yaitu koperasi yang diaku bahwa bukan milik sekolah melainkan bisnis koperasi itu sendiri.
Hal ini sangatlah bertolak belakang dengan semangat Gubernur Banten Andra sini dan wakil gubernur Banten Dimuati Natakusuma, dimana sejak kampanya menyuarakan sekolah gratis baik itu swasta ataupun sekolah negeri.
Sementara publik Banten ramai serta platform di media bahwa SMKN 7 Kota Serang. Memungut biaya baju seragam pada tahun ajaran 2025.
Tidak main-main Harga seragam itu mencapai angka Rp2.2 juta per siswa ini merupakan harga yang cukup lumayan fantastis di saat keadaan sekarang masih dalm keadaan masa sulit.
Akibatnya SMKN 7 menjadi
sorotan publik, mengingat status sekolah tersebut sebagai sekolah negeri yang dibawah tata kelola Dinas Pendidikan Propinsi Banten, seharusnya pihak SMKN 7 Kota serang ini mendukung program gubernur serta tunduk pada prinsip pendidikan terjangkau.
SMKN 7 Kota Serang memiliki daya tampung mencapai 504 siswa/i didalam Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (SPMB) tahun ini, dari Total pungutan seragam bisa menembus milyaran rupiah
Kepala SMKN 7 Kota Serang, Sunariah saat wartawan mengkonfirmasi memilih untuk tidak memberikan penjelasan rinci. “Saya konfirmasi dulu ya pak ke koperasi, saya mengetahui tetapi secara rinci koperasi yang bisa menjelaskan,” ujarnya singkat
Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan serius soal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana di lingkungan sekolah. Apakah koperasi sekolah beroperasi dengan pengawasan yang memadai? Siapa yang menetapkan harga seragam, dan apakah ada mekanisme evaluasi atau kontrol dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan?
Dilansir dari MBN bahwa guru yang disebut kepsek bagian dari koperasi ternyata sekaligus berperan sebagai pengadaan koperasi, membantah bahwa sekolah menjual seragam. Namun dirinya menyebut bahwa penjualan seragam dilakukan oleh koperasi Mitra Keluarga Sejahtera yang memang lokasi koperasinya berada di sekolah
“Sekolah tidak menjual seragam, tetapi koperasi yang ada dilingkungan sekolah iya benar. sifatnya kita jual usaha ya pak, mau beli dikoperasi silakan, tidak pun gak masalah. Adapun diawal saya keberatan untuk memberikan keterangan, karena kami tidak menggunakan uang negara. ujar ii kepada media, jumat (15/08/2025)
Dijelaskan seorang yang mengaku bernama ii,sekolah memang mengetahui soal adanya edaran dari Dinas Pendidikan provinsi banten tentang larangan sekolah menjual seragam.
“tetapi kan bukan sekolah pak yang menjual, tapi koperasi Mitra Keluarga Sejahtera yang ada dilingkungan sekolah. dan untuk anggota koperasinya memang banyak juga guru dari sekolah dan pihak luar,” katanya
Seseorang yang mengaku berperan sebagai pengadaan koperasi memaparkan rincian terkait dana 2,2 juta tersebut diantaranya seragam abu putih lengkap dengan atribut topi dan dasi, kemudian baju pramuka lengkap dengan atribut, batik sekolah dan kerudung, seragam kegiatan seperti blazer, serta baju olahraga.
bahwa mahalnya harga seragam di SMKN 7 kota serang karena menggunakan bahan famatex dan penjahit profesional
“Karena memang seragam kan tidak didanai oleh pemerintah, makanya kita mencoba menjual. Dan kenapa kita mahal, karena memang bahannya pake bahan Famatex dan penjahit profesional,” tegasnya
Wakasek kesiswaan SMKN 7 kota serang menegaskan bahwa sekolah tidak memaksakan soal pembelian seragam
“Dan memang seperti itu sih pak, sekolah tidak pernah memaksakan. ujar Wahyu kepada media
“kalopun memang bekas adiknya atau kakaknya yang masih bisa dipakai, ya dipersilahkan aja. jadi sekali lagi kita tidak ada upaya untuk memaksakan siswa."tegas wakasek SMKN 7 Kota Serang (MBN/red)